Di Antara Kita

By Neng Suci Ramadhani


Sinopsis:


"Di Antara Kita" adalah kisah tentang dua sahabat, Chika dan Tian, yang selama ini tak terpisahkan. Keduanya adalah siswa SMA yang selalu bersama, saling mendukung dalam setiap langkah. Namun, persahabatan mereka diuji ketika Chika akhirnya mengungkapkan perasaannya yang sudah lama ia pendam—bahwa ia jatuh cinta pada Tian.


Di sisi lain, Tian yang ambisius dan fokus pada masa depannya terkejut oleh pengakuan Chika. Meski dirinya pernah mempertimbangkan hubungan mereka lebih dari sekadar teman, Tian memutuskan untuk mengutamakan pendidikan dan mengejar beasiswa. Ia merasa belum siap untuk memulai hubungan romantis yang mungkin akan mengganggu rencana besar hidupnya.


Kisah ini menyoroti pergulatan emosional Chika dan Tian dalam menghadapi perasaan yang tak terbalas. Hubungan mereka berubah setelah pengakuan itu, di mana cinta yang tidak bersambut memunculkan jarak yang perlahan menjauhkan mereka. Meski mereka masih saling peduli, ada kesadaran bahwa cinta dan ambisi untuk masa depan telah mengubah segalanya, dan tidak ada yang bisa memastikan apakah hubungan mereka akan pernah kembali seperti semula.




Tokoh:

Chika– Siswi SMA, diam-diam jatuh cinta pada sahabatnya, Tian.


Tian – Siswa SMA, sahabat Chika, yang memutuskan untuk fokus pada pendidikan.




Adegan 1:


(Di kantin sekolah yang biasa mereka kunjungi. Suasana ramai, keduanya duduk di bangku pojok. Chika tampak gelisah, sesekali melirik Tian yang sedang asyik bercerita tentang rencana kuliahnya.)


Tian: (tersenyum lebar) "Jadi aku dapet info dari kakak kelas, kalau beasiswa ke universitas itu bisa didapet kalau nilai kita bagus di tiga mata pelajaran utama. Aku lagi nyusun rencana belajar biar bisa fokus!"


Chika: (tersenyum samar, pikirannya melayang) "Iya... bagus, ya. Kamu serius banget sama kuliahmu."


Tian: (menghentikan ceritanya, menatap Chika dengan bingung) "Kamu kenapa, Chi? Biasanya kamu seneng banget denger aku cerita soal rencana kuliah."


Chika: (terdiam sejenak, ragu-ragu) "Enggak, cuma... ada yang aku pengen bilang, tapi aku takut."


Tian: (memandang Chika dengan serius) "Apaan sih, bilang aja. Kamu kan tahu, aku selalu ada buat kamu. Apa yang bikin kamu takut?"


Chika: (menarik napas dalam-dalam, lalu menatap Tian) "Aku... aku suka sama kamu, Tian. Dari dulu."


(Tian terdiam, terkejut. Suasana kantin yang tadinya riuh tiba-tiba terasa sunyi bagi mereka berdua.)


Tian: (terbata-bata) "Chi... kamu serius? Maksudnya... suka kayak lebih dari teman?"


Chika: (mengangguk pelan, matanya berkaca-kaca) "Iya, lebih dari teman. Aku udah lama ngerasain ini, tapi aku nggak pernah berani bilang. Aku takut persahabatan kita jadi berubah."


Tian: (menghela napas, terlihat bingung) "Chi... aku nggak tahu harus bilang apa. Aku... aku sebenarnya juga pernah kepikiran tentang kita. Tapi sekarang, aku cuma bisa fokus ke satu hal, dan itu pendidikan. Aku pengen kejar beasiswa dan mimpi-mimpiku dulu."


Chika: (tersenyum pahit) "Aku tahu... aku tahu ini akan bikin kamu kaget. Aku cuma nggak tahan lagi menyimpannya sendirian."


Tian: (menunduk, suaranya pelan) "Maaf, Chika. Aku nggak bisa memulai sesuatu sekarang. Aku nggak mau janji apa-apa kalau akhirnya malah nyakitin kamu atau ganggu rencana kita masing-masing."


(Hening. Chika mengangguk, menahan air mata yang hampir jatuh.)


Chika: (berusaha tersenyum) "Gak apa-apa. Aku ngerti, Tian. Kita memang punya jalan masing-masing sekarang."


Tian: (dengan suara penuh rasa bersalah) "Aku nggak mau kita jauh, Chi. Kamu tetap sahabat terbaikku."


Chika: (tertawa kecil, tapi suaranya getir) "Iya... tapi setelah ini, aku gak yakin kita bisa balik kayak dulu."


(Keduanya terdiam. Perasaan canggung menggantung di antara mereka. Tian ingin mengembalikan suasana seperti semula, tapi dia tahu, semuanya sudah berubah.)




Adegan 2:


(Beberapa hari kemudian, mereka bertemu lagi di taman sekolah. Suasana lebih dingin, tak ada canda atau obrolan ringan seperti biasanya. Chika duduk di bangku taman, menatap lurus ke depan. Tian datang dengan senyum canggung.)


Tian: (berusaha ceria) "Hey, Chi. Gimana hari-hari kamu di kelas?"


Chika: (menoleh sekilas, lalu tersenyum tipis) "Biasa aja. Kamu sendiri?"


Tian: (mengangguk) "Baik juga. Aku... lagi fokus banget sama pelajaran sekarang, sampai jarang bisa ngobrol kayak dulu."


Chika: (mengangguk pelan) "Aku tahu, kamu sibuk dengan rencana kuliahmu."


Tian: (terdiam, merasa tidak nyaman) "Chi... aku gak mau kita jadi jauh gini. Aku kangen ngobrol sama kamu kayak dulu."


Chika: (menatap Tian) "Aku juga kangen, Tian. Tapi sekarang beda. Setelah aku bilang perasaanku, aku nggak bisa pura-pura semuanya sama lagi."


Tian: (menghela napas panjang) "Aku ngerti, Chi. Tapi aku nggak mau kehilangan kamu sebagai teman. Kamu penting buat aku."


Chika: (tersenyum lembut, tapi penuh rasa sakit) "Aku juga nggak mau kehilangan kamu, Tian. Tapi... aku butuh waktu buat ngerapihin perasaanku. Mungkin kita butuh sedikit jarak."


(Tian terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Dia ingin semuanya kembali seperti semula, tapi dia tahu, itu tidak mungkin.)


Tian: (pelan) "Kalau itu yang kamu butuhkan... aku akan kasih waktu. Tapi aku tetap di sini, Chi, kapanpun kamu butuh."


Chika: (mengangguk, matanya berkaca-kaca) "Terima kasih, Tian."


(Mereka terdiam lagi. Suasana yang dulu hangat dan akrab kini dipenuhi keheningan yang asing. Meski masih saling peduli, keduanya tahu hubungan mereka tak akan pernah sama lagi.)




Epilog:


Cinta yang tak terbalas sering kali meninggalkan jejak. Ketika perasaan itu diungkapkan, tidak hanya hati yang terluka, tetapi juga hubungan yang pernah akrab menjadi canggung dan asing. Chika dan Tian, dua sahabat yang dulu tak terpisahkan, kini harus menghadapi kenyataan bahwa cinta dan ambisi mereka untuk masa depan mengubah segalanya. Mungkin waktu akan menyembuhkan, tapi tak ada yang bisa menjamin bahwa segalanya akan kembali seperti dulu.

Comments

Popular posts from this blog

Best Friend

Dari Benci Jadi Cinta

Sompral