Petak Umpet Kematian
By Ipah Saripah
Adegan 1 :
(Di sebuah bukit bernama Bukit Wolus yang dikelilingi oleh hutan lebat, dengan puncak datar. Tersebutlah mereka, anak-anak kelas XII IPS 3 yang sedang mengisi waktu libur semester dengan camping. Rafael Anibrata yang menjabat sebagai ketua kelas sedang memberi instruksi didampingi Bu Mela, wali kelas mereka yang masih berusia 25 tahun)
Rafael: (menatap sekeliling) Baik kawan-kawan, kita bagi jadi dua tim. Khusus laki-laki mencari kayu bakar, dan perempuan tetap di tenda menyiapkan bahan masakan.
Bu Mela: (tersenyum) Ingat jangan terlalu masuk ke dalam hutan, karena bahaya bisa datang tanpa diduga.
(Serempak murid yang berjumlah 20 orang itu menjawab) Baik Bu!
Adegan 2
(Di bawah pohon pinus, Rafael dan tiga temannya sedang beristirahat usai mengumpulkan kayu bakar)
Madaf: (menghela nafas) Ini beneran camping cuma sehari?
Rafael: (menganggukkan kepala) Itu permintaan Bu Mela.
Ilham: Beliau kayaknya sakit deh, pucat gitu. Mukanya juga suram.
Madaf: (mengusap dagu) Kali aja putus sama Pak Bimo, jadi moodnya turun dua ribu kilo. Apa gue kasih aja ya barang dari pasar gelap?
Rafael: Apaan tuh?
Madaf: Banyak, gue jual berbagai barang beserta varian rasa, ada Keripik bawang, Kopi hitam Roro Jonggrang, Lilin aroma kemenyan pun ada, kasih deh ke mantan dijamin gamon terus.
Danu: Buset!
Rafael: (menggelengkan kepala) Untuk kasus Bu Mela mau dikasih apa?
Madaf: (mengerutkan dahi) Kayaknya Lilin aroma kemenyan deh, tapi ... Lebih cocok Kopi hitam Roro Jonggrang, sekali teguk nyawa melayang.
Danu: (berbinar-binar) Wah, mantap itu. Langsung jadi mantan dunia.
Ilham: (tertawa sambil menggeplak bahu temannya) Gue mau beli deh, keripik bawang. Kayaknya cuma itu yang gak ada maksiatnya.
Danu: (terkekeh kecil) Namanya emang maksiat tapi bermanfaat.
Madaf: (mengangguk) Pasti hati lo pink-pink sambil jungkir balik di lapangan habis makan ini.
Ilham: (menatap heran) Masa iya makan keripik, hati gue pink-pink sih? Alay.
Rafael: Lo belum tau arti dari keripik bawang?
Ilham: Ya ... keripik dari bawang, (jawabnya ragu)
Madaf: (mengangkat tangan) Bandarnya akan menjelaskan, keripik bawang, terbuat dari bahan pilihan yang 100% ampuh menaikkan denyut jantung dengan hati berbunga-bunga. Singkatnya, Keripik bawang (Banci di Awang-awang)
Ilham: (terkejut) Astaghfirullah, gini amat punya temen kurang sesendok.
Rafael: Pas pembagian otak, kemana Daf? Ngumpet di rumah cacing?
Adegan 3
(Pukul delapan malam, murid yang berjumlah 20 itu berkumpul mengitari api unggun. Terdengar sanda gurau dari mereka yang duduk dengan karpet sebagai alas. Hingga hening menyelimuti, tepat ketika Bu Mela berdiri meminta perhatian pada anak didiknya)
Bu Mela: (tersenyum tipis) Rasanya kurang seru jika hanya duduk melihat api unggun.
Julia: Benar Bu!
Eva: Main game Bu!
Galih: Enaknya sambil makan Bu!
Yudha: Dasar perut karet! Baru tadi lo makan dua piring.
Galih: (menatap remeh) Kenapa? Iri ya. Perut karet gini tuh limited edition. Lucu, unyu, empuk lagi.
Dinda: (mengangkat tangan) Nyanyi lagu galau aja Bu!
Salma: Nah, iya tuh.
Juan: (berteriak keras) Woy Gledek! Bawa gitar gak?
Guntur: (menatap kesal) Nama gue Guntur! G-U-N-T-U-R mentang-mentang artinya mirip, ubah nama sembarangan!
Madaf: (berbisik) Kayak di iklan permen susu cuy.
Bu Mela: (berdehem) Ibu sudah menyiapkan permainan yang menyenangkan. Ketua kelas kemari, tolong bagikan ini dan langsung saja nyalakan semuanya.
(Rafael menghampiri Bu Mela yang menyerahkan sekotak penuh lilin dengan 1 korek api. Ia pun berkeliling untuk membaginya sekaligus menyalakan salah satu lilin untuk kemudian disambungkan dengan yang lain. Setiap orang mendapat satu lilin, termasuk dirinya)
Madaf: (menatap antusias) Kita mau ngepet ya Bu?
Bu Mela: Jaga lilin itu, jangan sampai padam. Kita akan bermain petak umpet.
(Sontak para murid langsung menjaga lilinnya, dari angin yang menerpa. Sementara itu, Ilham fokus melihat Bu Mela yang mulai mengambil kotak musik berwarna hitam dengan ukiran rumit)
Naomi: Bu! Kalo main petak umpet sambil bawa lilin, ketahuan dong.
Bu Mela: (memiringkan kepala) Ketahuan? Oleh siapa?
Ilham: (memicingkan mata) Ini bukan petak umpet biasa.
Bu Mela: Kita akan memulai permainan dengan sebuah lagu.
(Begitu kotak musik terbuka, terlihat miniatur seorang perempuan kecil, mengenakan gaun putih lusuh dengan posisi menari. Seketika suasana mencekam begitu pegas diputar, nada yang tak asing terdengar begitu mengerikan. Terlebih, ketika Bu Mela mulai menyanyikan lagu Hide and Seek itu dengan lirik yang diubah)
Ding - dong ku datang padamu, buatlah binar
Pengait Angkara murkanya
Ding dong gelapkan mendekap, menelan asa
Menggoreskan kesengsaraan
Janji menerkam nafsu
Meludah darah hina
Kaki dipaku mati
Tak ada tempat sembunyi
Ding - dong ku datang padamu, daksa manusia
Tergerus akalnya Drubiksa
Ding dong braja semakin ribut, lekaslah pergi
Lenyap dalam gelap Asura
Kudengar jiwamu
Kudengar suara lirih mu
Detak nadi yang resah
Kau telah tertangkap
Kau sangat lemah dalam sembunyi
Kau sangat lemah dalam rudana
Kau sangat lemah dalam gelapnya
Oh, bayangmu terlihat
(Tiba-tiba suara teriakan melengking keras, disusul pekikan histeris kala melihat seonggok tubuh tergeletak dengan lubang menganga di perutnya. Darah menggenang disertai bau amis yang menusuk penciuman)
Amira: (jatuh bersimpuh hingga lilin miliknya menggelinding padam terkena darah yang menyebar di sampingnya) Dinda ... I-itu Dinda.
Krekk!
(Lagi, pekikan terdengar di segala penjuru kala menyaksikan kepala Amira berputar 360° hingga terpisah dari tempatnya. Sang pelaku tak kalah mengerikan dengan tubuh tinggi besar berbulu hitam dan taring berlumur lendir. Memiliki cakar panjang bernoda darah segar)
Bu Mela: (tertawa cekikikan) Binar hilang nyawa tiada.
Ilham: Pergi dari sini! Jaga lilin tetap menyala!
(Sontak orang-orang melarikan diri ke hutan sembari menjaga lilin, namun tak semuanya selamat. Beberapa orang terpaksa kehilangan nyawa bersama cahaya yang lenyap)
Bu Mela: (menyeringai) Anak yang menarik.
Adegan 4
(Para murid terus memacu kaki di hutan yang gelap, hanya mengandalkan cahaya rembulan dan lilin yang semakin pendek. Naas, mereka terpencar menjadi beberapa kelompok kecil)
Vio: (melihat ponsel) Kita harus pergi kemana lagi? Di sini gak ada sinyal sedikitpun.
Rafael: (mengusap peluh) Gue udah coba sore tadi, cuma di puncak bukit yang ada.
Eva: Apa cari medium bus yang bawa kita ke sini?
Rafael: Udah pergi dari pagi.
Vio: (menatap cemas) Terus gimana? Aku mau pulang dengan selamat.
Danu: Vio tenang ya, ada Aa Danu yang siap jagain Vio. Mau dari depan, belakang, tanjakan, turunan, seribu tikungan sekalipun, (mengedipkan sebelah mata)
Madaf: (bergidik ngeri) Play boy cap tokek berulah.
Danu: (menatap sinis) Sirik aja lo jin uprit!
Madaf: Lo tokek ijo!
Eva: Diem gak! Atau gue sentil ginjal lo berdua!
Hampura Nini, (ucap Danu bersama Madaf)
Ilham: (menatap lurus) Gue rasa, semakin kita lari, makin masuk ke dalam hutan.
Rafael: Balik lagi aja yok! Biar gue geprek tuh Doger Monyet!
Ilham: (menggeplak kepala belakang Rafael) Genderuwo lo kata Doger Monyet?!
Rafael: (mengelus kepalanya) Kalo sampe gue anemia, lo harus jadi bapak Dugong pokoknya!
Ilham: (menatap heran) Anemia? Bukannya insomnia ya?
Danu: (tersenyum canggung pada Eva dan Vio) Maafin temen gue ya, biasa lepas kandang. Nanti gue cor sekalian.
(Mendadak mereka terdiam kala mendengar teriakan dari seseorang yang berlari ke arah mereka)
Vio: (menyipitkan mata) I-itu Juan.
Juan: (terengah-engah) Me-mereka ... Teman-teman kita, semuanya mati.
Eva: Gak ... gak mungkin!
Juan: Gue saksinya! Mereka dibantai habis sama makhluk sialan itu!
Ilham: (menelisik penampilan Juan) Kenapa lo selamat?
Juan: G-gue ... Lari. Kalian juga tau kan gue juara atletik, jadi mudah bagi gue kabur dari kejaran mereka.
Rafael: Darah di baju lo itu, darah orang lain kan?
Juan: (meneguk ludah kasar) Ini darah temen-temen gue. Mereka coba lindungi gue, dan nyuruh pergi cari bantuan. Tapi, semuanya terbunuh.
Vio: Udah, jangan diinterogasi terus. Kasian Juan, lebih baik kita cari jalan keluar.
Danu: Masih jauh Vio, dari tadi kita jalan kayak muter-muter. Tapi, kalo Vio gak sanggup, biar Aa gendong. Sampe pelaminan pun Aa sanggup.
Madaf: (menatap jengah) Jeda dulu jadi cogil bisa gak?
Ilham: Kita harus selesaikan permainan.
Eva: (menghela nafas) Maksud lo, kita harus balik lagi ke sana?
Ilham: (mengangguk) Karena tempat diawal permainan adalah akhir permainan itu sendiri.
Madaf: Pas nyampe sana kita mau ngapain? Gak mungkin one by one sama dedemit kan?
Ilham: (terdiam sejenak) Hancurin kotak musik itu, mungkin?
Danu: Lo masih ragu?
Rafael: Gimanapun ini menyangkut nyawa, gak bisa disepelekan gitu aja.
Vio: Kalo gak ada jalan keluar, ayo kita buat jalan itu sendiri. Entah kemana akhirnya, selamat atau enggaknya kita pasrahkan sama yang di atas.
Danu: (tersenyum geli) Aish, pintar banget calon Nenek dari cucuku.
Vio: (menatap bingung) Bukan calon ibu dari anak-anakku?
Eva: Aduh! Vio, jangan mau dibegoin sama kutu badak.
Ilham: (menatap mereka) Dari lagu itu, kita disuruh buat binar yang artinya sinar/cahaya. Selama ada cahaya kita selamat, tapi buat sampai ke sana gak mungkin lilin ini bertahan.
Vio: Andai lilin bisa disatukan, pasti makin panjang dan bertahan lama.
Eva: (membulatkan mata) Bisa! Seperti ini, (tanpa melepaskan pegangan, Eva menyatukan lilinnya tepat pada sumbu lilin milik Danu. Seketika lilin Danu padam, namun diatasnya masih menyala terang)
Madaf: Gak terjadi apapun. Ayo satukan lilinnya.
(Enam lilin telah menyatu dengan masing-masing lengan menggenggamnya, tersisa Juan)
Eva: Kenapa diam? Jangan buang waktu!
Juan: (mengulas senyum) Iya, sebentar.
(Sebilah belati tajam mengayun cepat, mengincar mereka yang berkumpul melingkar. Darah mengalir disertai erangan si pemuda yang merelakan lengannya terluka demi melindungi teman-temannya)
Vio: (terkejut) Ilham!
Rafael: (menatap marah) Lo bener-bener bajingan Juan!
(Juan, sang pelaku penyerangan melangkah mundur)
Madaf: Maksud lo apa nyerang kita hah?!
Juan: Cuma satu orang yang selamat, itu berarti kalian harus mati!
Ilham: (meringis pelan) Udah gue duga, ada yang gak beres sama tingkah lo. Apa yang mereka katakan sampe lo tega bunuh temen sendiri?
Eva: Gue yakin lo cuma diperdaya sama mereka.
Danu: Dasar otak dangkal, egois!
Juan: (menatap kosong) Mati, mati, semuanya harus mati!
(Juan melesat sembari mengayunkan belati secara acak pada mereka. Beruntung, Rafael dan Danu dapat membaca serangan sekaligus melindungi yang lain. Pada satu titik Juan terkena tendangan, hingga terjatuh menghantam tanah. Namun, Danu ikut terseret karena Juan menarik kakinya hingga pegangannya pada lilin terlepas)
Rafael: Danu!
Eva: Cepat kembali!
(Terlambat, sesuatu lebih dulu mencengkram kepala Danu lalu dihentak kuat hingga lehernya patah. Teman-temannya berteriak histeris melihat Danu yang terkulai lemas tak bernyawa)
Juan: Hahaha ... dia mati, giliran kalian selanjutnya.
Rafael: (menatap datar) Bukan kami, tapi lo Juan.
(Refleks Juan melihat lilinnya yang terjatuh kini telah padam. Matanya melotot kala tangan runcing dari sosok itu menembus punggungnya. Lalu mencabut pusat hidupnya dalam satu tarikan)
Madaf: (mengepalkan tangan) Sialan! Beraninya lo bunuh temen gue!
Ilham: (menatap geram) Gue gak terima, makhluk seperti kalian tak pantas kembali ke dunia! Bahkan membinatang-kan manusia.
(Gertakan keduanya dibalas tawa mengerikan dari buntalan putih di hadapan mereka. Bentuknya seperti pocong namun diselimuti sulur-sulur putih yang tak tertutup sempurna, hingga menampakkan sepasang tangan yang menghitam dengan kuku tajamnya)
Vio: (menangis) Ke-kenapa? Kenapa kau memburu kami?!
(Wajah setengah hancur dengan mata merah itu menatap tajam. Dia berkata dengan penuh tekanan) 'Memburu? Kami hanya mengambil apa yang telah menjadi milik kami. Kalian para manusia telah ditumbalkan di atas janji darah, tak bisa diundur, tak bisa terhenti. Waktu kalian telah habis malam ini.'
Rafael: Tutup mulut busuk lo! Gue gak sudi jadi tumbal!
'Dasar manusia, makhluk sedemikian angkuh. Temukanlah, singkaplah kematian mu sendiri!' (Asap hitam mengepul dan dalam sekejap sosok itu menghilang)
Madaf: (melihat Danu yang kini bersimbah darah) Danu ... Bangun, ayo bangun. Gapapa lo jadi cogil lagi, asal gue mohon lo bangun.
Ilham: (menundukkan kepala) Bangun Dan, belum saatnya lo susul Ibu lo.
Rafael: (tangan terkepal erat) Gue gak pantes jadi ketua, gue gak becus jaga kalian bahkan gara-gara gue Danu pergi.
Eva: Jangan nyalahin diri sendiri, ini sudah kehendaknya. Gue tau semuanya capek, bukan cuma kaki, tapi otak juga setengah bengkok. Tapi, jangan buat pengorbanan Danu sia-sia, ayo kita teruskan perjalanan.
Vio: (menatap Danu dengan senyum pilu) Danu, makasih udah hibur aku dengan tingkah mu yang ajaib. Aku gak pernah marah, gak akan pernah bosan mendengar suara mu. Semoga, kamu mendapat tempat terbaik di sisinya. Selamat tinggal ... Aa Danu.
(Setelah mengikat lengan Ilham yang terluka dengan kain seadanya, mereka melanjutkan perjalanan walau terasa berat meninggalkan temannya yang telah pergi)
Adegan 6
(Mereka telah sampai ke puncak bukit dengan lilin yang semakin pendek, bahkan tangan Rafael sebagian melepuh karena sangat dekat dengan sumbu. Bau amis menyeruak tajam, banyak yang tewas dengan kondisi tak lagi utuh, ada yang terpotong, tercabik-cabik hingga tercerai-berai organnya. Gelap, api unggun dan lampu tenda semuanya mati, hanya lilin satu-satunya sumber penerangan)
Vio: (menatap khawatir) Raf, tangan mu ...
Rafael: Gapapa, ayo cari dan hancurkan kotak musik itu.
(Mereka berjalan mengikuti nada yang berasal dari kotak musik. Hingga terpampang jelas di sana, kotak musik yang terbuka dengan miniatur yang bergerak memutar. Eva mengulurkan tangan mengambil benda itu, hendak membantingnya namun sahutan Vio menghentikan tindakannya)
Vio: (menatap tak percaya) I-ini gak mungkin ... Bu Mela ditemukan bunuh diri di apartemennya kemarin malam.
Rafael: Lo tau darimana kabar itu?
(Vio menyerahkan ponsel yang menampilkan percakapan di grup sekolahnya)
Ilham: (menatap kosong) Ini semua jebakan.
Rafael: Apa maksudmu?
Ilham: Kita udah ditumbalkan dengan dalih camping, Bu Mela yang bunuh diri pasti bagian dari ritualnya. Bukan hanya beliau, gue yakin semua pihak sekolah terlibat.
Madaf: (menatap tak percaya) Jangan bilang, urban legend 30 tahun lalu ... kembali terulang?
(Lima langkah dari mereka, terlihat sosok yang menyerupai Bu Mela) 'Ketahuan ya?'
Eva: Diam di sana, atau gue hancurin kotak musik ini!
'Jika kau berani melakukan itu, akan ku pastikan kematian mu paling menyakitkan!'
Eva: (membanting kotak musik itu hingga alunan nada seketika berhenti) Dipikir gue takut huh?
Madaf: Hahaha, sekarang lo gak bisa apa-apa!
Vio: (berbinar-binar) Kita selamat.
Rafael: (menyadari raut wajah Ilham) Hey, kawan. Apa ada sesuatu?
Ilham: Celaka, kita semua celaka.
(Gemuruh petir memekakkan telinga, tetesan air menghujam bumi dengan intensitas kuat. Melenyapkan satu-satunya penerangan yang mereka miliki)
'Tak ada gunanya, meski kotak musik itu hancur, aku masih bisa menyanyikan lagu indah itu'
(Selanjutnya, hanya terdengar teriakan menyayat hati diiringi lagu kematian)
Ding - dong
Comments
Post a Comment