SALAH MENARUH RASA

Karya: Dwi Cahya Meilani

 

 

 

Drrttt...Drrttt....Drrttt....

Getaran ponsel sedari tadi akhirnya membangunkan pemiliknya yaitu Mia. Mia pun berusaha membuka matanya lalu mengambilnya dan melihat layar ponselnya ternyata sahabatnya yaitu Yuna menelepon dan Mia pun mengangkat teleponnya. Belum sempat Mia bicara orang di seberang telepon sana langsung berbicara.

 

 

"Akhirnya kamu angkat juga"

"Duh. Apaan sih Yun masih pagi juga kamu sudah telepon aku" Mia berbicara dengan suara orang khas bangun tidur.

"Pagi kamu bilang? Liat tuh jam sudah mau jam tujuh" Yuna berbicara dengan sedikit berteriak.

"Dih apa sih orang masih jam tu-JUH JAM TUJUH YUN ASTAGA AKU KESIANGAN" Mia pun loncat dari kasurnya dan langsung mematikan teleponnya tanpa memedulikan Yuna yang sedang berbicara di seberang sana.

 

 

Alhasil Mia mandi dengan terburu-buru, bahkan bisa dibilang Mia tidak mandi karena Mia hanya mencuci muka dan gosok gigi saja. Mia berjalan menuju ruang keluarga untuk

berpamitan kepada orang tuanya. "Ayah, Ibu Mia berangkat dulu ya" "Eh nak... sini sarapan dulu"

"Nanti saja Bu, Mia sudah terlambat" Mia menjawab sambil memakai sepatunya.

"Makanya kamu kalau dibangunkan itu bangun jangan tidur lagi. Tadi Ayah sudah bangunkan kamu berapa kali tapi kamu ngga bangun-bangun" ucap Ayah yang sudah lelah melihat

kelakuan putrinya yang sudah sering bangun kesiangan. Dan Ibu Mia hanya menggeleng- gelengkan kepalanya saja.

 

 

Sesampainya disekolah, Mia disambut oleh Pak Toto dengan tatapan yang tajam.


“Kamu itu Mia, sudah berapa kali kamu terlambat masuk sekolah. Sekarang kamu lari mengelilingi lapangan 10 kali”. “Pak? Yang benar saja masa 10 kali?”

“Mau 10 kali atau 20 kali?”

 

Mia :”Eh iya-iya Pak, 10 kali saja”

 

Mia menaruh tasnya dipinggir lapangan dan mulai berlari mengelilingi lapangan. Keringat perlahan mengucur deras di kepalanya Mia.

“Huft capek banget ya Tuhan”

 

“Ayok lanjutkan ngapain berhenti, masih ada 8 kali putaran lagi Mia” “Iya Pak”

Ketika hendak melanjutkan larinya tiba-tiba seseorang datang memanggil namanya. “Mia”

“Ini diminum dulu, pasti kamu haus banget kan?” seorang laki-laki memberikan botol minum kepada Mia.

“Eh Thanks Haris”

 

Laki-laki itu bernama Haris kakak tingkat Mia sekaligus anak dari sahabat Ibunya. Mereka berteman sejak kecil hingga sekarang. Pahit senangnya dunia mereka lalui dengan bersama dan Haris pun menganggap Mia sebagai sahabat dan adik kecilnya. Setelah Mia selesai melakukan hukumannya Haris mengajak Mia untuk pergi ke kantin karena Yuna sudah menunggu mereka di sana.

Sesampainya di kantin, Mia dan Haris mendatangi Yuna yang sudah memesan makanan untuk mereka. Ditengah-tengah mereka makanan Haris tiba-tiba mengucapkan sesuatu.

“Kayaknya aku suka sama seseorang deh” “Hah, siapa? Cewek kan?”

“Cewek lah masa cowok si, aku masih normal kali Mi” Ucap haris sambil memukul pelan lengan Mia.

“Hahaha, memang kamu suka sama siapa Kak?” “Emm, ada deh Yun, nanti juga kamu bakal tahu”


“Em pasti Mia ya?”

 

“Dih bukan Yun, Kakak sudah menganggap Mia seperti adik kakak sendiri”

 

“Ah masa iya, secara kan kalian kan sudah dekat dari lama. Mana mungkin ngga ada perasaan di antara kalian berdua, iya kan Mia?” Yuna sengaja berbicara seperti itu karena dia tahu bahwa sahabatnya itu punya perasaan kepada Kakak tingkatnya sekaligus sahabat dari kecilnya itu.

“Dih apaan si Yun. Sudah mau bel mending kita ke kelas saja Yun”.

 

“Loh bentar Mi, minuman aku belum habis”. Mia menarik tangan Yuna dan langsung pergi meninggalkan Haris sendirian di kantin. Mia merasa ada perasaan aneh muncul ketika Haris mengatakan bahwa dia menganggap dirinya hanya sebatas sebagai adiknya sendiri.

 

 

Bel pulang sekolah sudah berbunyi sedari tadi dan Yuna sudah siap dengan tas dipunggungnya untuk pulang ke rumah. Yuna dan Mia sedang menunggu jemputan mereka. Ketika sedang menunggu tiba-tiba Haris menghampiri mereka berdua.

“Kalian belum dijemput? Mau bareng kakak enggak pulangnya?” “Ngga, ngga mau”. Ucap Mia dengan nada yang ketus

“Dih aku ngga tanya kamu ya Mi. Aku nanya ke Yuna wllee” ucap Haris sedikit mengejek. “Gimana Yun mau ngga?”

“Eh, gapapa kak. Yuna sudah dijemput kok. Mending kakak sama Mia saja katanya ban mobil Ayah Mia bocor jadi kakak sama Mia saja. Kalau begitu aku duluan ya, bye Mia kak Haris”.

“Yahh” Haris sedikit kecewa karena tidak bisa pulang dengan Yuna. “Ya sudah, ayok naik”

“Naik?”

 

“Iya naik, atau mau aku tinggal?” “Tinggal aja kalau berani”

“Ya sudah bye”

 

Saat Haris hendak ingin menyalakan mesin motornya Mia pura-pura menelepon Bundanya Haris dan cara itu pun berhasil membuat Haris gelalapan.


“Halo Bun-“ Mia berpura-pura menelepon

 

Haris langsung memotong ucapan Mia dan berkata “Mia yang cantik ayok silahkan naik ke atas motor” ucap haris dengan senyuman terpaksa.

 

 

Hari ini adalah hari minggu dan biasanya Mia manfaatkan waktu di hari minggunya untuk bermalas-malasan dan menonton drama. Tetapi hari ini Mia tidak melakukan itu semua karena sedari pagi Mia sibuk membantu Ibunya membuat kue brownis dan sudah terhitung ada lima buah brownis yang sudah dibuat oleh mereka berdua dan ada 3 buah brownis yang sedang dipanggang.

“Mia, tolong antarkan kue ini ke Haris ya”

 

“Gamau deh Bu, Mia malas banget kalau harus ketemu sama dia”

 

“Tidak boleh begitu Mia, biasanya juga kalo ngga ketemu satu hari saja langsung uring- uringan” goda Ibu.

“Ihh Ibu itu mah dulu, sekarang mah enggak ya”

 

“Ohh, y asudah kalau gitu cepetan antar kuenya ya nak”

 

“Iya Ibu. Mia siap-siap dulu”. Mia berjalan dengan gontai menuju kamarnya untuk bersiap- siap.

 

 

Mia pergi ke rumahnya Haris yang ada di samping rumah Neneknya Mia yang terletak tidak jauh dari rumahnya Mia. Sesampainya di depan rumah Haris Mia hendak mengetuk pintu tetapi terhenti karena pintunya sudah terbuka duluan dari dalam.

“Eh Mia, sini masuk”. Seorang wanita mengajak Mia untuk masuk ke dalam rumah. Wanita itu adalah Bunda dari Haris yang sekaligus sahabat Ibunya Mia dari SMA.

“Eh ada anak Bunda, sini masuk sayang. Itu Harisnya ada di kamar kamu ke sana saja ya” “Iya Bun, tapi Mia kesini cuma mau kasih brownis ini ke Bunda”

“Wah Terima kasih ya nak, Mia tunggu di sini sebentar biar Bunda panggil Haris untuk ke sini


Mia hanya menganggukkan kepalanya saja dan berjalan menuju sofa ruang keluarga.

 

Bunda berjalan menuju kamarnya Haris dan kembali dengan Haris yang sedang berjalan di belakangnya.

“Wih tumben banget hari minggu gini seorang Mia datang ke rumah Haris, biasanya juga masih tidur kalau enggak ya lagi nonton drama” Haris mulai jahil kepada Mia.

Mia yang mendengar itu hanya memutarkan bola matanya malas dan berkata “Aku kesini karena di suruh Ibu kasih brownis ini ke Bunda ya Haris”

Mia berjalan ke arah Bunda dan memberikan brownis yang belum sempat ia kasih ke Bunda. “Bun ini brownisnya. Semoga bunda suka”.

“Eh iya Terima kasih ya Mia sayang, kelihatannya bakal enak banget nih. Ini kamu yang buat?”

 

“Kalo Mia yang buat pasti ngga bakal enak si Bun” ucap Haris sambil memakan sepotong brownis.

“Haris ngga boleh begitu nak” “Eh iya Bun, bercanda doang tadi”

Mia tersenyum tipis ketika Haris di marahi oleh Bundanya itu dan Mia menjawab pertanyaan Bunda “Mia Cuma membantu mengocok telur saja Bun, selebihnya Ibu yang buat hehehe.’

“Ya sama saja berarti kamu ikut andil dalam membuatnya”.

 

“Iyaa Bun” Mia tersenyum manis kepada Bunda dan seseorang di samping Bunda yaitu Haris terdiam sesaat ketika melihat senyuman manis Mia. Mia yang sadar tengah ditatap oleh seseorang pun menoleh ke arah Haris dan mereka sempat bertatap-tatapan dalam beberapa detik dan Mia langsung mengalihkan pandangan matanya ketika Bunda berbicara.

“Ya sudah kalian lanjut mengobrolnya di gazebo belakang saja ya, Bunda mau pergi dulu sebentar. Haris kamu jangan buat Mia menangis ya”

“Iya Bundaku, siap”

 

“Awas ya kamu, kalau begitu Bunda pergi dulu” “Hati-hati Bun” ucap Mia dan Haris kompak.


Mia dan Haris sedang bermain ayunan di halaman belakang rumah Haris. Tidak ada percakapan di antara keduanya mereka sama-sama terdiam. Dan beberapa menit kemudian Haris memulai percakapan.

“Mi”

 

“Hm”

 

“Mi”

 

“Apa?”

 

“Aku mau ngomong tentang sesuatu” “Iya apa?” ucap Mia sedikit kesal

“Tentang aku yang lagi suka sama seseorang, kamu mau tahu siapa dia?”

 

“Siapa?” Mia sedikit penasaran dengan perempuan yang tengah disukai Haris dan Mia merasakan kegelisahan ketika menunggu jawaban dari Haris.

“Yuna”

 

Deg bagaikan petir yang menyambar hati Mia, Mia terkejut ketika Haris mengatakan bahwa perempuan itu adakah Yuna sahabatnya sendiri.

“Aku ngga tau kapan perasaan itu muncul tapi aku beneran suka sama dia” Haris melanjutkan ucapannya.

“Kamu serius?”

 

“Aku serius, awalnya aku merasa rasa suka aku ke dia hanya sebatas teman tapi ternyata lebih dari itu”

“Apa Yuna tahu tentang ini?”

 

Haris menggelengkan kepalanya “Belum, Mi. Tolong jangan kasih tahu Yuna dulu ya Mi” “Kenapa?”

“Gapapa, biar aku aja yang memberitahu dia langsung”

 

“Hmm” Mia terdiam dan bingung harus bereaksi apa lagi karena dia merasakan sesuatu yang menyakitkan didadanya hingga akhirnya Mia memilih untuk pergi pulang ke rumahnya.


“Eemm, Haris aku pulang dulu ya, Ibu pasti sudah nunggu aku” “Loh tiba-tiba banget Mi?”

“Iya nih, soalnya masih ada brownis yang harus dibuat. Maaf ya aku pulang dulu” Mia langsung berjalan keluar untuk pulang, saat melewati ruang tamu Mia berpapasan dengan Bunda.

“Loh Mia sudah mau pulang?”

 

“Iya Bun, kayaknya Ibu sudah menunggu Mia”

 

“Oh begitu, di luar kayaknya mau hujan. Ini kamu bawa payung ya takut nanti pas di jalan kamu kehujanan”

“Ngga perlu Bun Terima kasih ya Bunda, payungnya di simpan saja. Nanti Mia bisa lari kalau hujan lagi pula dari sini ke rumah kan ngga jauh”

“Jangan Mia, nanti kamu bisa sakit”

 

“Ngga bakal Bun Mia kan kuat. Mia pulang dulu ya Bunda” ucap Mia sedikit bergurau lalu menyalami tangan Bunda dan langsung berjalan keluar rumah.

 

 

Baru saja melangkah menjauhi pagar hujan turun dengan lumayan deras. Mia tetap tenang dan berjalan perlahan menuju rumahnya. Mia terhenti saat dadanya semakin terasa sesak ketika mengingat apa yang dikatakan haris tadi. Air matanya tak terasa mengalir jatuh bersamaan dengan air hujan yang membasahi wajah Mia.

“Kenapa rasanya sangat sakit?”

 

“Ibu... sakit sekali ketika dia mengucapkan kalau dia suka dengan sahabatku sendiri”

 

“Apa yang terjadi dengan diriku?” “Apa yang harus aku lakukan”

Mia terus menangis di tengah jalanan rumahnya dan air matanya terus mengalir dengan diiringi oleh air hujan, semakin deras air matanya mengalir semakin deras juga air hujan turun dari langit sehingga seolah-olah langit pun tahu bahwa ada seseorang yang sedang merasakan patah hati.


Keesokan harinya Mia sedang berjalan menuju perpustakaan sekolah, saat sedang asyik berjalan Mia terkejut karnea ada seseorang yang menepuk pundaknya.

“Mia, ke perpustakaan kok ngga ajak aku sih”

 

Mia memutarkan bola matanya “Memang setiap kali aku ajak kamu ke perpustakaan kamu mau? ngga kan Yun” Mia pun tiba-tiba teringat dengan kejadian kemarin.

“Hehe iya si, tapi mulai sekarang aku bakal rajin ke perpustakaan sekolah” “Tumben banget, pasti ada apa-apanya nih”

“Nanti aku kasih tahu, sekarang kita ke perpustakaan dulu”

 

 

 

Mia dan Yuna sudah sampai di perpustakaan, Mia yang langsung ke tujuan utamanya yaitu untuk mencari buku novel terbaru dan Yuna yang sedang terlihat mencari-cari seseorang.

“Yun, lagi cari siapa si?” “Crush aku”

“Hah? Kamu punya crush?” Suara Mia agak meninggi.

 

“Syuut, jangan kencang-kencang ngomongnya Mia. Liat tuh orang-orang pada ngeliat ke kita semua”

“Iya, iya maaf reflek tadi. Sejak kapan kamu punya crush” “Seeeejak 2 bulan yang lalu”

“HAH?” lagi-lagi Mia berbicara dengan nada tinggi “Ihhh Mia pelan-pelan”

“Eeh, iyaa maaf” ucap Mia dengan tersenyum kikuk “Terus crush kamu yang mana?”

“Itu yang lagi baca buku sejarah” Ucap Yuna sambil menunjuk ke arah laki-laki itu. Ketika melihat wajah laki-laki itu terasa tidak asing dengan wajahnya Mia berusaha mengingat-ingat kapan dan di mana dia pernah ketemu dengan laki-laki itu.


“Kamu tahu ngga dia siapa Mi?”

 

“Sebentar deh kayaknya aku pernah lihat dia, tapi di mana ya” “OHH RENDI!”

“Iya Rendi, sekarang aku ingat” “Kamu tahu dia Mi?”

“Iya tahu, dia dulu teman les SMP aku”

 

“Ohh, kira-kira dia sudah punya pacar belum ya”

 

“Kayaknya belum deh Yun, soalnya dia tipikal orang yang susah buat dekat sama perempuan apalagi pacaran. Pernah waktu dulu banyak yang ngedeketin dia tapi ngga ada satu pun yang berhasil. Jadi bakal susah si buat kamu dekat sama dia”

“Mi pleasee, bantu aku buat deket sama dia yaa? yaaa?” pinta Yuna kepada Mia

 

“Iyaa deh” sebenarnya Mia ragu dengan rencana ini mengingat Haris menyukai Yuna tapi Yuna ternyata menyukai orang lain. Kenapa ada perasaan tenang di dalam hati aku? Mia bertanya- tanya kepada dirinya sendiri.

“Aaaaa terima kasih Mia sayang” ucap Yuna dengan suara masih pelan dan memeluk sahabatnya.

 

 

Mia sedang asyik rebahan ditemani oleh laptop yang menayangkan sebuah drama Korea. Beberapa saat kemudian layar ponsel Mia menyala dan memperlihatkan sebuah nontifikasi pesan dari Haris, Mia hanya melihat itu sebentar lalu mengabaikan pesan dari Haris. Baru saja ingin melanjutkan menonton Mia terkejut karna Haris ternyata sudah ada di depannya.

“Astaga, Haris kamu benar-benar ya. Sejak kapan kamu ada di situ?” Mia berucap dengan tangan yang mengelus-elus dadanya yang hampir jantungan.

“Sejak kamu ngga balas pesan-pesan aku” “Oh” Mia melanjutkan tontonannya

“Oh doang? Aku duduk di sini sudah lebih dari dua puluh menit yang lalu dan kamu enggak sadar Mi??”


Memang benar Haris sudah duduk di depan Mia sejak dua puluh menit yang lalu, Haris sudah memanggil-manggil Mia tetapi perempuan itu tidak menggubrisnya karena terlalu fokus pada laptopnya. Dan Haris pun membiarkan itu selama dua puluh menit lebih tepatnya Haris keasyikan memandang wajah polos Mia yang sedang fokus menonton drama, ada kalanya Mia tiba-tiba tertawa karena adegan yang menurutnya itu lucu.

“Mia bantu aku biar bisa dekat sama Yuna please” “Ngga deh, kamu aja sendiri”

“Jahat banget, nanti aku bakal kasih kamu apapun deh sebagai balasannya”

 

“Bukan masalah balasanya, tapi-“ belum sempat menyelesaikan ucapannya Mia teridam sebentar karena dia bingung harus memberi tahu Haris apa tidak.

“Tapi apa Mi?”

 

Mia masih ragu untuk memberi tahu Haris jika sebenarnya Yuna menyukai seseorang dan tengah dekat dengan orang itu. Semenjak kejadian di perpustakan Yuna meminta nomornya Rendi dan mulai mendekati Rendi. Dan ternyata Rendi juga selama ini memperhatikan Yuna jadilah mengapa Yuna bisa cepat dekat dengan Rendi.

“Enggak ga jadi Ris”

 

“Dih apaan Mia? Tapi apa? Jangan buat aku jadi penasaran” “Mia apa?”

“Mia ayook dong, apa?”

 

Tidak ada pilihan lain karena Haris terlalu mendesaknya akhirnya Mia memberitahu Haris bahwa Yuna sedang dekat dengan seseorang.

“Sebenarnya Mia lagi dekat sama seseorang” “Siapa?”

“Rendi, teman les SMP dulu”

 

“Oh, sudah tau aku. Makanya aku minta kamu bantuin aku supaya bisa deket sama Yuna. Mau yaa Mia?”

“Hah?” Mia tidak percaya ternyata selama ini Haris mengetahui hal itu.


“Mereka udah ditahap apa Mi?” “Masih PDKT kayaknya”

“Ya sudah bagus deh, masih ada kesempatan buat aku ngedekatin dia” ucap Haris dengan percaya diri.

Mia lagi-lagi hanya terdiam dan tidak tahu harus berbuat apa. Mia tersadar perasaannya terhadap Haris selama ini ternyata lebih dari seorang sahabat dan adik-kakak saja tetapi lebih dari itu. Selama ini Mia terus berusaha agar perasaan itu tidak semakin membesar, tapi apa yang terjadi perasaannya tidak bisa dihilangkan mau sekeras apa pun usaha Mia menghilangkan rasa itu, perasaan itu akan terus ada hingga saat ini bahkan sekarang perasaan itu terus bertambah.

“Mia, Mia... kok malah melamun sih?” “Eh enggak kok”

“Jadi gimana tetap mau membantu aku biar bisa dekat sama Yuna apa enggak Mi?

 

“Iya, tapi sebagai balasannya kamu harus traktir aku selama satu bulan penuh. Deal?” ucap Yuna sambil senyum menyeringai.

“Deal”

 

Mereka berjabat tangan layaknya sedang menjalankan kesepakatan bisnis.

 

 

 

Hari pun berlalu dengan sangat cepat Haris sudah melakukan segala upaya agar bisa dekat dengan Yuna. Dan sebaliknya Yuna melakukan segala upaya agar bisa sekat dengan Rendi, sungguh hal yang sangat luar biasa. Dan tentu saja perasaan yang dimiliki Mia tetap sama tidak ada sedikit pun yang berkurang, malah perasaan itu semakin membesar. Apalagi selama satu bulan ini mereka selalu bertemu untuk merencanakan sesuatu. Hari ini Mia sedang duduk di kantin bersama Haris seperti biasanya, tetapi ada yang sedikit berbeda dengan Haris. Dia terlihat sedang memikirkan sesuatu.

“Ris... kamu kenapa? Lagi ada masalah?”

 

“Enggak Mi, aku hanya sedang memikirkan untuk confess ke Yuna”


Mia terdiam mendengar jawaban dari Haris. “Ohh, memangnya kamu yakin mau confess ke Yuna?”

“Yakin, aku yakin banget untuk confess “.

 

“O-oke kalau begitu, semoga lancar ya. Aku ke kelas duluan bentar lagi mau bel” “Ayok aku juga mau ke kelas”

Sesampainya di depan kelas Haris berpesan untuk memberi tahu Yuna sepulang sekolah agar bertemu dengan Haris di taman Kota.

 

 

Haris tengah bersiap-siap untuk bertemu dengan Yuna. Tidak lupa Haris menyiapkan bunga beserta sebatang coklat yang akan diberikan kepada Yuna nanti. Keringat dingin bercucuran membasahi dahi laki-laki itu hatinya berdetak sangat kencang sehingga hampir terdengar ke telinga.

“Haris”

 

Haris menoleh dan dia melihat Yuna datang dengan seorang laki-laki di sampingnya. Ketika melihat dari ujung kaki hingga akhirnya melihat ke arah tangan mereka ternyata sedang berpegangan erat, ketika melihat ke arah wajah mereka berdua, Haris terkejut karena Yuna datang ditemani oleh Rendi. Laki-laki yang menjadi pesaing Haris beberapa hari belakangan ini. Mia yang melihat dari kejauhan pun bingung apa yang sedang terjadi di sana.

“Hai kak, katanya kakak mau ketemu sama aku ya? Ada apa kak? “Eh ini”.

“Kenapa kak?”

 

“Rendi ngapain disini?” Haris mengalihkan topik pembicaraan lalu menatap ke arah Rendi.

 

“Eh iya kak, aku mau kasih tahu kalau sekarang Rendi dan aku sudah resmi pacaran”. ucap Yuna dengan tersipu malu.

Kotak coklat yang dipegang Haris terjatuh dan Haris terdiam mencerna kata-kata yang barusan diucapkan oleh Yuna. Haris tersadar lalu mengambil kembali coklat yang tadi sempat jatuh.

“O-ohh selamat ya kalian berdua” Ucap Haris sembari menepuk pundak Rendi.


“Iya, Makasih bro” balasnya dengan ternsenyum.

 

Suasana di sana tampak hening sejenak hingga Yuna bertanya kepada Haris. “Kak Haris mau bicara apa sama aku?

“Eeee anu tadinya aku mau minta tolong sama kamu buat kasih coklat ini ke Mia”. “Loh, kenapa ngga kakak saja yang kasih? Kalian berantem?”

“Biasalah dia lagi ngambek”

 

“Ohh, ya sudah. Kalau gitu mana coklatnya kak?”

 

“Ini” Haris memberikan coklat itu dan dia terpaksa berbohong kepada Yuna.

 

Sebenarnya Yuna sudah mengetahui perasaan Haris kepadanya dan Yuna sedikit merasa bersalah ketika melihat raut wajah Haris yang terlihat kecewa. Tapi apa boleh buat perasaan tidak bisa dipaksakan.

 

 

Seperti biasa Haris dan Mia sedang berada di kantin bersama. Dan Mia menyadari ada hal aneh dari Haris sejak tadi pagi. Mia belum sempat bertanya tentang rencananya Haris buat confess ke Yuna.

“Kiw kiw pasti sudah jadian nih, PJnya dong Ris”

 

“Ngga ada PJ Mi” Haris berbicara dengan nada sedih dan lemas.

 

“Loh kok ngga ada? Eh apa jangan-jangan kamu ditolak lagi?” Ucap Mia sedikit mengejek Haris.

“Ngga”

 

“Terus apa dong?”

 

“Jangankan ditolak confess saja belum”

 

“Hah?” Dengan terbingung-bingung Mia berusaha mencerna apa yang dimaksud oleh Haris. Belum selesai dengan pemikirannya matanya melihat ke arah pintu masuk kantin dan melihat Yuna dan Rendi berjalan ke arahnya dan Mia merasa ada yang janggal dengan mereka, ketika memerhatikan dari atas hingga bawah ada satu hal yang membuat Mia terheran.

“Yuna...Rendi...pegangan tangan?” gumam Mia


“Halo Mi, maaf ya telat tadi habis dari kantor Guru sebentar”

 

“Iya gapapa santai saja. Terus itu kalian kenapa pegangan tangan? Tumben banget deh apa jangan-jangan..” Mia menghentikan ucapannya

“Iya, bener. Aku sama Rendi sudah resmi berpacaran” ucap Yuna sambil memegang tangannya Rendi.

“HAH” Mia benar-benar tidak percaya pasalnya Rendi adalah orang yang sulit untuk dekat dengan perempuan.

“Biasa saja kali Mi liat tuh orang-orang pada ngeliatin kita”

 

“Iya iya maaf, terus Haris gimana? Mia menoleh ke arah Haris “Gimana apanya? Oh iya ini coklat dari Haris katanya buat kamu”

Mia terheran-heran kenapa Haris memberinya coklat padahal coklat itu dia beli untuk diberi kepada Yuna.

“Buat aku?”

 

“Iyaa, katanya kalian lagi berantem lagi ya”

 

Mia hanya mengangguk karna dia tidak tahu harus menjawab apa karena ketika melihat ke arah Haris dia mengedipkan matanya berkali-kali seolah-olah sedang memberi kode.

 

 

Sudah 1 bulan ini Haris galau, Mia sudah berusaha semampunya untuk menghibur Haris tapi nihil hasilnya Haris tetap merasa sedih. Selain itu Mia jadi jarang bersama dengan Yuna karena mereka sibuk dengan urusan masing-masing dan tentunya sibuk berpacaran di perpustakaan dengan Rendi. Alhasil akhir-akhir ini Mia lebih sering lagi bertemu dengan Haris.

 

 

Hari ini Haris datang lagi ke rumah Mia dengan raut wajah yang masih sama seperti kemarin yaitu menggambarkan kesedihan.

“Ris kamu ngga capek apa selama 1 bulan lebih ini kamu sedih terus?”

 

“Ngga Mi, aku sudah berusaha melakukan apa saja buat lupain dia tapi hasilnya tetep aja Mi” ucap Haris dengan sedikit prustasi


“Ngga Ris, kamu belum mencoba satu hal ini”

 

“Apa?” Dengan raut muka yang bingung selama ini Haris sudah melakukan segala cara untuk melupakan Yuna

“Mencoba untuk menerima orang baru Ris, kamu belum coba itu”

 

Haris terdiam sejenak lalu berbicara “Yang suka sama aku saja nggak ada Mi” “Ada Ris”

“Siapa Mi? Cewek-cewek yang Cuma mau tenar doang atau yang cuma mau uang aku doang?”

 

“Ada Ris, cewek yang selama ini menyembunyikan perasaannya agar persahabatannya tidak hancur. Perasan yang benar-benar tulus untuk kamu walaupun dia hanya dianggap seperti adik dirinya sendiri”

“Mi...” Haris tahu betul siapa orang yang dimaksud Mia karena hanya ada satu orang perempuan yang dianggap sebagai adiknya sendiri yaitu Mia.

“Iya Ris...Aku Ris aku orangnya, aku nggak tau kenapa bisa suka sama kamu. Apa karna sikap kamu yang selalu baik ke aku, sikap kamu yang selalu menjahili aku atau memang akunya saja yang mudah baper ke kamu” Mia berucap dengan nada yang sangat lirih dan juga tulus.

“Sejak kapan Mi? Kenapa kamu nggak pernah bilang?”

 

Mia berucap dengan menatap matanya Haris “Entahlah, mungkin sejak kelas 7 SMP aku mulai anggap kamu sebagai cowok bukan sebagai kakak

“Maaf Mi, selama ini aku Cuma menganggap kamu sebatas adek ku saja” sebenarnya Haris juga mempunyai perasaan lebih dari itu tapi, Haris lebih memilih berbohong karena dirinya setelah lulus nanti akan dijodohkan oleh orang tuanya.

“Maaf” Haris sangat menyesal karena tidak mengetahui perasaan Mia.

 

“Kamu nggak perlu minta maaf sama aku, memang aku saja yang salah menaruh perasaan”

 

Seharusnya memang dari awal aku tidak menaruh perasaan kepada Haris. Padahal aku sudah tahu konsekuensinya apa. Ucap Mia dalam hati.


Mia beranjak pergi menuju kamarnya dengan air mata yang sudah tidak terbendung hingga akhirnya jatuh membasahi pipi gadis cantik itu dan meninggalkan Haris yang sedang terdiam melihat kepergian Mia. Haris pun berjalan untuk pergi dari rumah Mia.

“Haris sudah mau pulang nak?”

 

“Iya Yah, ada urusan sebentar di sekolah” “Oh, iyaa nak”

 

 

Sedari tadi Mia tidak berhenti menangis Yuna bingung harus berbuat apa, biasanya jika dibujuk dengan membeli seblak saja Mia akan langsung mau tapi kali ini bujukan itu tidak mempan. Yuna tahu tentang perasaan sahabatnya untuk Haris dan Yuna juga tahu perasaan Haris untuknya. Tapi apalah daya Yuna lebih menyukai Rendi ketimbang Haris hingga akhirnya Yuna berpacaran dengan Rendi.

“Miii sudah dong nangisnya, liat tuh mata kamu udah sembab banget”

 

“Ngga bisa Yun, air matanya gamau berhenti” air mata Mia pun kembali menetes

 

“Mungkin Haris memang belum bisa menerima orang baru Mi, maaf”. Yuna merasa bersalah kepada Mia karena bagaimanapun yang menyebabkan Mia menangis karena Haris yang terlalu menyukai dirinya sehingga sulit untuk menerima orang baru.

“Ngga Yuna ini bukan salah kamu, aku juga cuma merasa sedih aja, harusnya memang aku nggak menaruh perasaan ke Haris”

Yuna memeluk Mia dan tanpa terasa air mata Yuna pun ikut mengalir deras.

 

 

 

Mia sedang menonton televisi bersama Ayah dan Ibunya. Mata Mia memang tertuju kepada layar televisi tapi pikirannya jauh dari isi film itu. Pada saat film menunjukkan adegan di mana seorang perempuan ingin menyatakan perasaan kepada sahabat laki-lakinya tetapi laki-laki itu terlebih dahulu mengatakan jika ia menyukai orang lain yang ternyata teman perempuan itu sendiri, perasaan perempuan itu hancur dan perempuan itu menangis di tengah-tengah hujan yang turun dengan deras. Mia yang melihat adegan itu langsung teringat kejadian di mana dia juga merasakan hal yang sama dengan perempuan itu dan tanpa terasa air matanya pun turun


dan Mia tidak bisa lagi menahan tangisnya. Tangisnya pun pecah hingga membuat kedua orang tuanya melihat ke arah Mia.

“Eh Mia kamu kenapa?” tanya Ibu.

 

“E-enggak” Mia menjawab sambil memegang dadanya yang semakin terasa sesak.

 

“Sayang kamu kenapa nak? Apa yang sakit?” Ayah Mia sangat khawatir dengan melihat keadaannya Mia

“Sakit Yah, sakitt..”. Mia meremas baju bagian dadanya seolah-olah sedang meremas rasa sakit itu dan Mia juga sedikit memukul-mukul dadanya.

“Nak jangan dipukul, ayok kita ke rumah sakit saja yaa”

 

Mia menggelengkan kepalanya dan terus menangis. Melihat kejadian itu Ayah Mia segera memeluk anaknya untuk menenangkannya dan Mia pun perlahan tenang dan lama-kelamaan Mia tertidur di pelukan sang Ayah.

“Ayah, ayok pindahin Mia ke kamarnya” “Iya Bu”

Mia di gendong oleh Ayah menuju kamarnya dan Ibu mengikuti dari belakang. Sesampainya di kamarnya Ayah membaringkan Mia di kasur dan Menutupinya dengan selimut. Setelah itu Ayah dan Ibu pergi menuju kamarnya.

“Yah, kira-kira Mia kenapa ya”

 

“Ayah juga nggak tau, beberapa hari ini Mia kelihatan lagi banyak masalah. Semoga Mia bisa menyelesaikannya”

“Hmm, iyaa yah, tapi yah akhir-akhir ini juga Haris jarang ke rumah kita. Apa mereka lagi berantem ya?”

“Bisa jadi Bu, mungkin hanya masalah anak muda. Paling sebentar lagi baikkan”

 

Ibu hanya menangguk-anggukkan kepalanya dan teringat sesuatu “Oh iya, Ayah yakin dengan keputusan Ayah waktu itu?”

“Iya Ayah yakin, sepertinya Mia juga akan menyetujuinya” “Jika itu yang terbaik bagi anak kita, Ibu setuju saja Yah”.


Keesokan harinya Ibu Ayah dan Mia sudah berkumpul di ruang keluarga. Mia penasaran apa yang ingin disampaikan oleh Ayahnya itu.

“Jadi Ayah mau bicara apa Yah?

 

“Kita akan pindah ke Bali minggu depan, Ayah sudah mengurus semuanya”

 

Deg Seolah tak percaya apa yang dikatakan oleh Ayahnya, Mia hanya terdiam dan berusaha mencerna perkataan Ayah barusan.

“Hah?”

 

“Iya, kita semua akan pindah ke Bali minggu depan, Ayah di pindah tugaskan ke sana. Untuk masalah sekolah Ayah sudah daftarkan kamu di SMA Bali”

“Tapi Yah...

 

“Gapapa ya sayang, kita mulai hidup baru di sana, lagi pula di sana kan ada Paman dan Bibi kamu sayang” ucap Ibu yang mencoba meyakinkan Mia.

“Hmm, baiklah Bu Mia setuju”.

 

 

 

Mia, Yuna, dan Rendi sedang berada di halaman belakang sekolah. Yuna masih khawatir dengan keadaan sahabatnya itu, Mia masih terlihat murung dan sedih.

“Mi... kamu sudah ngga apa-apa?” tidak ada jawaban dari Mia.

 

“Mia” masih belum ada jawaban dari Mia.

 

“MIA” suara Yuna sedikit meninggi sehingga mampu membuyarkan lamunan Mia. “Eh kenapa Yun?”

“Kamu tuh dipanggil-panggil dari tadi diam mulu. Kamu gapapa?” “Umm, gapapa kok. Cuma aku lagi mikirin sesuatu aja”

“Memangnya lagi mikirin apa si Mi?” tanya Rendi. “Jumat aku bakal pindah ke Bali”

“HAH?!” ucap Yuna dan Rendi bersamaan.


“Pindah gimana maksudnya Yun?”

 

“Pindah sekolah Yun, Ayah di pindah tugaskan ke Bali jadi aku sama Ibu ikut” “Ohh gitu, kenapa tiba-tiba banget si Mi” ucap Yuna dengan sedih.

“Aku juga nggak tahu Yun. Yun aku mohon kamu jangan bilang dulu ke Haris ya” “Loh kenapa memangnya Yun? kalian belum baikkan?”

“Enggak... Yun aku mohon” ucap Mia sambil memegang tangan Yuna.

 

“Iyaa Mi” Yuna pun dengan terpaksa menyetujui itu.

 

“Thank you Yun” Mia memeluk Yuna dengan sangat erat.

 

 

 

Hari ini adalah hari keberangkatan Mia ke Bali, sedari tadi Yuna tidak bisa berhenti menangis dan Mia jadi merasa tidak enak karena harus meninggalkan sahabatnya sendiri di sini.

“Sudah ah nangisnya, nggak malu apa dilihati sama Rendi” ucap Mia dengan sedikit bergurau agar Yuna dapat tertawa.

“Biarin”

 

“Yun, sudah jangan menangis. Kalian kan nanti bisa video call-an” ucap Rendi mencoba menenangkan Yuna.

“Tetep saja nggak bisa ketemu langsung Ren” ucap Yuna dengan tersedu-sedu. “Semuanya sudah siap. Mia ayuk kita pergi” ucap Ayah

“Baik Yah”

 

“Ren aku titip Yuna ya, jangan buat dia nangis. Kalau sampai kamu buat dia nangis aku bakal datengin kamu langsung”

“Iyaa siap Mia”

 

“Yun aku pergi dulu ya, baik-baik di sini. Nanti kalau Rendi jahatin kamu kasih tahu aku ya”

 

“Huwaaa Mia” Yuna kembali memeluk Mia dengan erat Mia pun sudah tidak bisa lagi menahan tangisnya.


“Ka-kamu baik-baik di sana ya-ya Mia, ka-kalau ada apa-apa hubungi aku. Nanti kalau su- sudah sampe di Bali jangan lupa kabarin aku la-lagi” Yuna berucap dengan tersedu-sedu.

“Iya Yun, aku bakal hubungi kamu”

 

Mia naik ke dalam mobil dan membuka kaca mobil untuk berpamitan lagi. Mia melambai- lambaikan tangannya dan berkata “Sampai jumpa Yuna Rendi”.

 

 

Yuna dan Rendi tidak bisa mengantarkan Mia ke Bandara karena harus pergi ke sekolah. Dengan sedikit terburu-buru Yuna dan Rendi berjalan menuju kelasnya masing-masing dikarenakan sebentar lagi bel berbunyi. Sesampainya di depan kelas Yuna melihat ada seorang laki-laki yang sedang berdiri di dekat pintu masuk dan ternyata laki-laki itu adalah Haris.

“Kak Haris?”

 

“Eh Yun, Mia mana?”

 

Mia berpikir sebentar apakah dia harus memberi tahu jika Mia hari ini pindah sekolah atau tidak.

“Yun?”

 

“Eh iya kak?”

 

“Mia kemana? Tadi kakak ke kelas Mianya nggak ada”

 

“Sebenarnya Mia hari ini..”Yuna menjeda ucapannya dan menarik napas pelan lalu melanjutkan ucapannya

“Mia hari ini pindah sekolah ke Bali” ucap Yuna dengan sedih.

 

Deg Haris terdiam dengan ucapan Yuna barusan. “Kamu pasti bohong kan Yun?”

“Ngga Ris, Mia beneran pindah ke Bali. Ayahnya dipindah tugaskan ke sana” ucap Rendi yang tiba-tiba datang menghampiri mereka berdua.

“Mending sekarang kamu cepat susul Mia ke Bandara, masih ada waktu sekitar 45 menit lagi untuk pesawatnya terbang”


Tanpa mengucapkan apapun Haris berlari untuk menuju parkiran motor dia melajukan kencang motornya untuk cepat sampai ke Bandara. Butuh waktu sekitar 15 menit untuk sampai ke Bandara. Sesampainya di Bandara Haris melihat sekeliling Bandara untuk melihat apakah masih ada Mia di sana.

“Mia”

 

“Mia”

 

Mia, kamu di mana aku minta maaf ucap Haris di dalam hati dengan sedikit berlari mencari keberadaan Mia.

 

 

Perhatian. Penerbangan Airbus A330 dengan Tujuan Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali sekarang sudah siap berangkat. Mohon semua penumpang untuk menuju gerbang C2. Terima kasih.

 

 

Haris semakin gelisah karena pengumuman boarding barusan. Tiba-tiba Haris mendengar ada yang memanggil namanya dan mencari-cari asal suara itu.

“Haris”

 

Haris menoleh ketika mendengar ada yang memanggil namanya. Ketika Haris menoleh terdapat Mia yang sedang menatapnya dengan tatapan yang masih sama seperti dulu tidak ada sorot kebencian maupun amarah untuknya.

“Mia, aku mohon jangan pergi” ucap Haris sambil memeluk Mia.

 

“Ngga bisa Ris, aku harus tetap pergi” Mia berucap dengan melepaskan pelukannya dengan Haris

“Mia aku minta maaf” ucap haris dengan tatapan mata yang tulus dan berlinang.

 

“Enggak Ris, kamu nggak salah. Aku yang salah karena telah salah menaruh perasaan” Mia berucap dengan menahan agar air matanya tidak jatuh.

“Enggak Mi, perasaan kamu nggak salah. Kamu berhak untuk menyimpan rasa untuk siapa pun jadi tolong jangan pernah berpikir kayak gitu lagi”


Haris mengusap air mata Mia yang sudah mengalir deras di pipinya. Dan Mia sudah tidak bisa menahan tangisnya lebih lama, ia menangis dengan tersedu-sedu sambil memeluk Haris.

Mohon perhatiannya. Ini adalah panggilan terakhir untuk menuju gerbang C2 agar segera naik pesawat bagi penumpang Airbus A330 dengan tujuan penerbangan Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali. Pemeriksaan terakhir akan segera selesai dan pintu pesawat akan ditutup dalam waktu sekitar lima menit. Terima kasih.

“Mia  ucap Ayah dengan lembut.

 

“Haris, nak kita pergi dulu ya. Kamu di sini baik-baik jangan buat Bunda menangis” ucap Ibu sambil memeluk Haris lembut.

“Iyaa Ibu, maafin Haris sudah membuat Mia menangis”

 

“Iya sayang Ibu mengerti. Jangan terus-terusan merasa bersalah ya nak” “Ayah maafin Haris” Haris menyalami Ayah Mia.

“Sudah-sudah” Ayah memeluk Haris dan menepuk-nepuk pundaknya.

 

“Sampai jumpa Haris” Mia melambaikan tangannya lalu pergi menuju pesawat.

 

Haris merasakan sesak didadanya ia baru tersadar bahwa selama ini ia tidak bisa hidup tanpa Mia. Mia yang selalu menemaninya di situasi apa pun kini sudah pergi meninggalkannya.

 

 

Waktu telah berlalu, meninggalkan jejak kenangan yang tak terhapuskan. Di tempat di mana rasa pernah tumbuh subur, kini hanya tersisa bayangan samar dari harapan yang salah arah. Rasa yang pernah menghiasi setiap sudut hati, kini menjelma menjadi pelajaran berharga yang tak akan pernah terlupa.

Dia akhirnya mengerti bahwa tak semua yang tampak indah itu layak dipertahankan. Perasaan yang pernah tumbuh dalam hatinya bukanlah kesalahan, namun jalan yang ia tempuh memang berbeda dari harapan. Meski rasa sakit sempat merajai hati, ia tahu bahwa waktu akan menyembuhkan semua luka.

Kini, ia melangkah dengan lebih bijak. Setiap langkahnya bukan lagi tentang mencari cinta yang sempurna, melainkan tentang menemukan makna dari setiap perasaan yang pernah ia simpan. Ia sadar bahwa cinta sejati bukan hanya soal memberi dan menerima, tetapi juga tentang belajar melepaskan saat segalanya tak lagi sejalan.


Dan di akhir perjalanan ini, ia memilih untuk memaafkan dirinya sendiri. Memaafkan karena pernah salah menaruh rasa, dan memaafkan karena pernah berharap pada yang tak seharusnya. Dalam ketenangan malam yang sepi, ia berjanji pada dirinya sendiri untuk menjaga hati dengan lebih baik, sambil menanti cinta yang akan datang pada saat yang tepat, di tempat yang benar.

TAMAT


  

Comments

Popular posts from this blog

Best Friend

Dari Benci Jadi Cinta

Sompral